masukkan script iklan disini
Di ujung timur Pulau Jawa,
ada hutan yang tidak semua orang berani masuki.
Namanya Alas Purwo.
Bukan sekadar hutan.
Tapi dipercaya sebagai titik nol Pulau Jawa—
tempat awal mula energi Jawa bermula.
Konon, sebelum Jawa ramai oleh manusia,
Alas Purwo sudah “hidup” lebih dulu.
Bukan oleh manusia,
melainkan oleh makhluk halus tingkat tinggi.
Di sinilah dipercaya berdiri
kerajaan gaib terbesar di Nusantara.
Bukan jin receh.
Bukan makhluk iseng.
Tapi para penguasa alam tak kasatmata
dengan hierarki, wilayah, dan hukum sendiri.
Karena itu, Alas Purwo bukan tempat untuk sembarang niat.
Banyak orang datang ke sini
bukan untuk wisata,
tapi tirakat.
Mencari wangsit.
Mencari kekuatan.
Mencari jawaban.
Banyak juga manusia sok logis datang ke Alas Purwo dengan satu sikap paling berbahaya: meremehkan alam.
Masuk sambil tertawa.
Berkata, “Ah cuma hutan.”
Sok uji nyali.
Sok konten.
Sok merasa paling berani karena logika.
Padahal sejak awal, Alas Purwo tidak pernah meminta ditaklukkan.
Ada kisah orang-orang yang masuk dengan niat main-main.
Katanya cuma sebentar.
Katanya cuma lewat.
Tapi keluar…
waktunya sudah tidak sama.
Ada yang merasa baru berjalan satu jam,
padahal di luar sudah dicari berhari-hari.
Ada yang mendengar suara gamelan di tengah hutan, mengikuti, lalu tersesat semakin jauh.
Ada yang melihat bangunan megah,
istana bercahaya,
padahal di maps, tempat itu kosong.
Dan hampir semua kisahnya berakhir sama:
pulang dengan tubuh selamat,
tapi mental berantakan.
Dan yang paling sering terdengar:
yang sombong, pulang dengan ketakutan.
yang lancang, pulang tidak seperti berangkat.
Karena di Alas Purwo,
manusia hanyalah tamu.
Salah sikap,
salah niat,
salah ucap—
alam akan mengingatnya.
Tak heran jika Alas Purwo berada di Banyuwangi.
Daerah yang lahir dari air harum perempuan suci, dan dijaga oleh hutan yang dipercaya
sebagai pusat keseimbangan Jawa.
Banyuwangi seolah berkata pelan tapi tegas:
tidak semua yang tua harus dijamah,
dan tidak semua yang besar harus ditantang.
Alas Purwo tidak menakutkan.
Yang berbahaya adalah
manusia yang datang tanpa adab.
Karena di titik nol Jawa,
bukan keberanian yang diuji—
melainkan kerendahan hati.
Editor : Redaksi
Pewarta : Eliana priyanto




